7 Cara Meningkatkan Resiliensi Karyawan
Resiliensi karyawan sering dikaitkan dengan kinerja dan produktivitas. Banyak penelitian akademik terkait sumber daya manusia yang mengupas masalah tersebut. Ini karena resiliensi memang merupakan bentuk kekuatan yang dibutuhkan setiap orang. Lalu apa sih sebenarnya resiliensi itu, dan bagaimana menerapkan pengetahuan ini untuk kepentingan perusahaan?
Mengenal Resiliensi
Resiliensi merupakan kemampuan untuk beradaptasi, tetap teguh dalam situasi sulit, dan terus mencoba mencari jalan keluar dari masalah. Bahasa sederhananya, resiliensi adalah keuletan dan keteguhan seseorang. Resiliensi ini dibutuhkan oleh setiap orang karena akan menjadi sumber kekuatan yang membuatnya mampu bertahan dalam kondisi apapun.
Jia kita analisa, resiliensi dibangun dari 7 kemampuan berbeda. Semua kemamuan ini terkait dengan manajemen internal diri individu. Dan, nyaris tidak ada satu individu yang, secara keseluruhan, memilliki ketujuh kemampuan tersebut dengan baik.
Tujuh kemampuan yang menjadi dasar resiliensi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Efikasi Diri
Nama lainnya yang lebih akrab adalah kepercayaan diri. Efikasi diri merujuk pada keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan upaya atau mengatasi suatu masalah.
2. Regulasi Emosi
Ianya adalah kemampuan untuk mengatur emosi diri dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Regulasi emosi memampukan individu untuk tetap bersikap tenang meski sedang berada di bawah tekanan yang besar.
3. Impulse Control
Pengendalian impuls merujuk kepada kemampuan diri untuk mengatur dorongan atau keinginan yang timbul dalam dirinya. Jika regulasi emosi merupakan efek pengaturan terhadap rangsangan luar, impulse control adalah kebalikannya. Ia lebih menekankan pada kontrol dari hasrat-hasrat internal.
4. Analyzing Ability
Istilah lainnya adalah kecakapan melakukan analisa. Kecakapan analisa merujuk pada kemampuan individu untuk mengurai dan menganalisa komponen kejadian atau masalah, lalu merumuskan langkah perbaikan. Kecakapan ini merupakan sesuatu yang dibentuk dari pendidikan dan latihan secara terus menerus.
5. Optimisme
Ianya adalah kemampuan untuk tetap berpikir dan berpandangan positif, serta bertindak konstruktif dalam situasi apapun. Orang yang optimis tidak akan pernah putus asa dan selalu memiliki pengharapan yang positif untuk masa depan.
6. Empati
Istilah ini merujuk pada kemampuan individu untuk merasakan dan dan membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain. Empati juga menunjukkan kemampuan untuk merespon dengan tepat terhadap emosi dari orang lain tersebut.
7. Peningkatan Aspek Positif
Ianya adalah kemampuan untuk senantiasa menambah nilai positif dalam diri individu. Ini akan membuat individu tersebut lebih realistis dan memiliki makna serta tujuan hidup yang lebih baik.
Resiliensi karyawan berarti kemampuan karyawan dalam mengembangkan resiliensi diri dalam lingkungan kerjanya.
Cara Meningkatkan Resiliensi Karyawan
Sepertinya semua pihak telah sepakat bahwa resiliensi akan memberikan dampak positif bagi karyawan. Pertanyaannya sekarang adalah cara apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi karyawan. Tujuh cara berikut mungkin bisa menjadi rujukan bagi kebijakan perusahaan.
1. Beban Kerja yang Bertahap
Salah satu hal yang mendukung efikasi diri adalah ketika seseorang merasa mampu melakukan sesuatu. Perasaan ini tentu bukan sesuatu yang langsung jatuh sekaligus, melainkan dipupuk sedikit demi sedikit. Untuk itu, perusahaan perlu memberikan beban kerja secara bertahap, terutama bagi karyawan baru.
Beban kerja yang bertahap memberikan kesempatan bagi karyawan baru untuk lebih merasa percaya diri akan kemampuannya. Ini juga memberikan waktu bagi karyawan baru untuk terbiasa dengan ritme, budaya, dan beban kerja perusahaan. Dengan demikian, resiliensi karyawan dapat dilatih sedikit demi sedikit agar lama-lama menjadi bukit.
2. Mengadakan Outbond Workshop
Outbond merupakan cara terbaik untuk menyimulasikan kondisi dan tantangan dalam suasana yang menyenangkan. Dalam outbond yang mengandung tantangan, karyawan akan dilatih untuk tetap tenang meski berada dalam tekanan. Karyawan yang menunjukkan performa baik dalam outbond bertantangan sering menujukkan peningkatan kemampuan regulasi diri.
Peningkatan kemampuan regulasi diri ini diharapkan akan terbawa ketika karyawan tersebut berhadapan dengan tantangan kerja yang nyata. Dalam suasana kerja yang penuh tantangan dan tekanan, karyawan akan menunjukkan tingkat resiliensinya. Semakin karyawan tersebut mampu mengalahkan tekanan yang datang, semakin matang dan kuat resiliensi karyawan tersebut.
3. Reward and Punishment Program
Untuk mengontrol dorongan dari dalam memang tergantung dari individu itu sendiri. Namun, bukan berarti tidak ada cara untuk mempengaruhinya. Penerapan metode psikologi tingkah laku dapat dilakukan. Salah satunya dengan pemberian reward and punishment program.
Meski reward and punishment program merupakan bentuk dorongan dari luar, bukan berarti tidak berpengaruh ke internal karyawan. Dorongan dari luar yang memaksa karyawan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu bisa membekas dalam jangka panjang. Seperti halnya puasa untuk melatih kesabaran, program ini juga mampu melatih resiliensi karyawan.
4. Pendidikan dan Pelatihan
Kecepatan kemampuan adaptasi dan problem solving seseorang sering dikaitkan dengan IQ (Intelligence Question). Meski kemampuan tersebut berbeda-beda, namun dalam penerapannya, orang yang pernah menghadapi masalah yang sama lebih mudah menyelesaikannya. Ini menandakan bahwa pendidikan dan pelatihan dapat memberikan dampak yang signifikan.
Untuk meningkatkan kemampuan analisa dari karyawan, yang bersangkutan perlu mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Tentu akan lebih baik jika pendidikan dan pelatihan tersebut terkait dengan bidang kerjanya. Dengan demikian, ini akan mengembangkan kemampuan analisa karyawan tersebut menyelesaikan masalah. Yang, pada akhirnya, juga meningkatkan resiliensi karyawan tersebut.
5. Bimbingan Spiritual
Apa kunci utama dari optimisme? Pengetahuan, kah? Keterampilan, kah? Atau dukungan dari orang lain? Well, sebenarnya bukan itu semua. Kunci utama dari optimisme adalah iman kepada Tuhan. Dari sinilah sumber pengharapan yang positif berasal.
Sayangnya, banyak pakar manajemen yang tidak memperhitungkan unsur spiritualitas. Hal ini bisa dimaklumi mengingat manajemen adalah upaya untuk mengatur hal-hal yang dapat dikontrol. Sedangkan, spiritual tampak terlalu absurd untuk dipahami dan dikontrol.
Meskipun begitu, adanya gerakan memasukkan kecerdasan spiritual dalam teori manajemen tampak semakin besar. Dan, kenyataannya, spiritualitas memang menempati posisi penting bagi individu, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, perusahaan dapat menyediakan bimbingan spiritual bagi karyawan secara berkala agar optimisme dan resiliensi karyawan tetap terjaga.
6. Empoyee Volunteering
Ianya adalah mengerahkan karyawan untuk mengikuti kegiatan sukarelawan dengan berbagi atau menolong yang lebih lemah. Kegiatan ini dapat membangkitkan empati, melembutkan hati, dan menghaluskan budi pekerti. Perasaan syukur pun dapat lebih mudah tumbuh karena kegiatan ini. Karyawan pun dapat mengasah empati dan resiliensinya dengan baik.
7. Merutinkan Program Peningkatan Resiliensi Karyawan
Peningkatan aspek positif merupakan imbas dari program-program positif yang dilakukan secara jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan konsistensi dalam menjalankan semua program resiliensi yang telah dibahas sebelumnya. Perusahaan perlu menyediakan anggaran dan waktu untuk program-program tersebut agar dapat berjalan secara rutin.
i